Rabu, 21 November 2012


Memadukan Islam dan Sains
(
Beberapa Pendekatan)
Pendekatan “Sains Islam”
1.       Tokoh
a.       Sayyed Hossein Nasr
    1. Ziauddin Sardar
Menurut Zlauddin Sardar  sains merupakan sarana pemecah masalah (Problem Solving) yang sangat mendasar dari setiap peradaban. Setiap aspek sains harus berorientasi kepada nila-nilai dan seluruh sains harus merupakan sebuah aktivitas plural, sebuah aktivitas yang dibentuk oleh pandangan dunia sang pelaku. Sains islam mengandung sebmuah konsep yang horistik mengenai konsep pengetahuan yang tidak mengandung dikotomi antara pengetahuan dan nilai – nilai.
Sains islam sampai saat ini masih berada dalam tahap perkembangan dan dalam proses artikulasi. Namun usaha – usaha yang dilakukan untuk mewujudkan sains islam yang dipelopori oleh Ziauddin Sardar telah banyak mengalami kemajuan. Usaha yang menjadi tonggak perdebatan masalah sains islam adalah konferensi internasional yang dikoordinasikan oleh Ziauddin Sardar atas bantuan IFYAS ( International Federation of Institut Advance Study) pada juni 1981 di Stockholm tentang “ pengetahuan dan nilai - nilai ” dengan tujuan untuk mengembangkan pemikiran yang kontinyu tentang bagamana pedoman – pedoman etika atau moral islam bisa dipadukan guna membentuk struktur sains islam.
Ziauddin Sardar beserta sarjana – sarjana muslim dan barat dalam konferensi Internasional “ Islam and The West ” pada 24 – 27 Juni 1981 di Stockholm sudah saling sepakat bahwa parameter dari sains islam harus didasarkan pada suatu kerangka nilai yang merupakan karakteristik dasar kebudayaan islam. Ter dapat 10 konsep nilai yang diidentifikasi sebagai parameter – parameter sains islam dalam seminar Stockholm tersebut yang meliputi : Tauhid (KeEsaan Allah), khalifah (Wali Allah), ‘ibadah (ibadah), ‘Ilm (ilmu pengetahuan ), Halal (hal – hal yang dibolehkan), Haram ( hal – hal yang dilarang), ‘Adl (keadilan sosial), Zulm (tirani), Istislah (kepentingan umum), dan Diya’ (pemborosan).
    1. Maurice Bucaille
  1. Gagasan
    1. Perlunya etika islam untuk mengawal sains.
    2. Perlunya landasan epistemologi Islami untuk suatu sistem sains (“sains islam”)

Pendekatan Penafsiran (sentuhan) Islami
1.       Tokoh
a.       Mehdi Ghulsani
Golsani dengan seperangkat penafsiran tentang sains dan islam lebih menekankan gagasannya pada filsafat yang bertujuan memfungsionalkan baik ranah keilmuan, intelektual maupun praktis. Pemikiran Ghulsani dalam membedakan gagasan sains islam yang ditawarkan khususnya dalam menyikapi adanya ilmu sekuler atau atheis.
Golshani menempatkan kedudukan alquran sebagai wahyu, bukansebagai ensiklopedia melainkan sebagai petunjuk atau pencerahan bagi sains.
Pemikiran Golshani juga mengatrah pada adanya relasi antara sains danagama yan kemudian disandingkan dengan penafiran atau kajian tentang sains dan islam pada wilayah islam. Golshani sejalan dengan model integrasi sebagai model yang paling ideal untuk melihat hubungan hubungan harmonis antara sains dan agama. Konsep ini Bagi Golshani adalah sebagai bentuk optimalisasi kedepan atau melangkah lebih maju dari sains modern, bukan gerak mundur apa yang telah ada.
b.      Bruno Guiderdoni
2.       Gagasan
    1. tidak perlu membangun sains islam tetapi cukup memberikan penafsiran (sentuhan) islami terhadap sains yang ada saat ini

Pendekatan “Islamisasi Ilmu”
1.       Tokoh
a.       Naquib Al-Attas
    1. Ismail Raji’  Al-Faruqi
    2. Harun Yahya
  1. Gagasan
    1. hendaknya ada hubungan timbal-balik antara aspek realitas (sains/iptek) dan aspek kewahyuan (islam).

Implementasi “Islamisasi Ilmu
1.      Tokoh
Menurut Ismail Raji’ Al-Faruqi :
a.       Penguasaan khazanah ilmu pengetahuan muslim
b.      Penguasaan khazanah ilmu pengetahuan masa kini
c.       Identifikasi kekurangan tiap ilmu pengetahuan dengan idealisme islam
d.      Rekonstruksi ilmu pengetahuan

Pendekatan“Islamisasi Penuntut Ilmu”
1.       Tokoh
a.       Fazlur Rahman
2.       Gagasan
    1. Yang harus mengaitkan dirinya dengan nilai-nilai islam adalah pencari ilmu bukan ilmunya.

Pendekatan Ilmuisasi Islam
1.       Tokoh
a.       Prof. Dr. Kuntowijoyo (Alm)
2.       Gagasan
a.       Perumusan teori ilmu pengetahuan yang didasarkan kepada Al-Quran (menjadikan al-Quran sebagai suatu paradigma).

Pendekatan “Pohon Ilmu”
1.       Tokoh
a.       Prof. Dr. Imam Suprayogo (Rektor UIN Maulana Malik Ibrahim Malang)
2.       Gagasan
a.       Agama sebagai dasar pengembangan sains.
    1. Sains dipandang merupakan bagian dari kajian keagamaan Islam.

Pendekatan “Integrasi-Interkoneksi”
1.       Tokoh
a.       Prof. Dr. Amin Abdullah
2.       Gagasan
menurut Amin Abdullah, paradigm integrasi interkoneksi merupakan jawaban atau respon terhadap system keilmuan yang terjadi saat sekarang ini terutama dalam lingkungan akademis –adanya ilmu yang berdiri sendiri tanpa adanya “tegur sapa”dan hubungan dengan keilmuan lain – yang pada akhirnya terjadi pendikotomian ilmu. Padahal pemisahan ilmu pengetahuan akan berdampak pada kerugian yang sangat besar bagi umat manusia terutama bagi umat islam itu sendiri, kerugian tersebut baik secara psikologis maupun secara ilmiah akademis.
NIlai secara aksiologis dalam penerapan paradigma ini adalah untuk membuka ruang dan kerjasama (Integrated) dalm pengkajian suatu ilmu baik dari ilmu yang dihasilkan dari agama maupun ilmu-ilmu umum. Hal ini mengindikasikan bahwa penerapan paradigm ini dalam kependidikan islam pada khususnya adalah sebagai upaya untuk menghapus dikotomis ilmu yang selama ini terjadi dalam tubuh keilmuan islam yang dapat dipertanggungjawabkan secara publik dan menatap keilmuan islam kedepan yang lebih maju.
Interkoneksi adalah keterhubungan antar unsur – unsur yang berbeda sehingga unsur – unsur tersebut saling berkaitan dengan satu yang lain.
Adapun integrasi dan interkoneksi bisa dikatakan mengkaitkan hal-hal dibumi termasuk kehidupan manusia dengan ayat – ayat alquran atau merupakan upaya mempertemukan antara ilmu-ilmu agama (islam) dan ilmu-ilmu umum.
Sekarang banyak dunia saat ini sedang mengalami berbagai krisis, mulai dari krisis energy sampai krisis moral. Oleh banyak ahli, berbagai krisis yang melanda dunia ini ditengarai dikarenakan umat manusia tidak berperilaku sebagaimana mestinya (benar dan baik). Kesalahan perilaku umat manusia tersebut disinyalir oleh para ahli tersebut karena pola pendidikan yang dikembangkan saat ini kurang tepat. Saat ini, pendidikan dikembangkan dengan memisahkan antara ilmu-ilmu agama dan ilmu-ilmu umum sehingga banyak masyarakat yang minim akan suatu ilmu yang seharusnya mereka ketahui. Maksdunya banyak masyarakat yang meninggalkan ilmu agama atau mengeduakan ilmu agama dibandingkan ilmu umum karena mereka berfikir bahwa ilmu umum itu lebih bernilai dari pada ilmu umum. Ada juga masyarakat yang mengeduakan ilmu umum dikarenakan ilmu umum tidak dibutuhkan dalam agama dan tidak dibawa diakhirat. Tidak hanya itu, Tantangan berat yang harus dihadapi oleh masyarakat saat ini adalah perkembangan zaman yang demikian pesat. Era globalisasi yang seolah datang dengan perubahan yang cukup fundamental dimana sekat-sekat antar individu, bangsa seolah sudah tidak ada lagi sehingga memunculkan kompleksitas persoalan.Oleh karena itu karena banyaknya masalah yang melatarbelakangi krisisnya ilmu agama UIN Sunan Kalijaga menerapkan integrasi dan interkoneksi pada keilmuannya.
Dari uraian diatas, kita bisa menjawab Mengapa UIN sunan kalijaga mengembangkan paradigma integrasi dan interkoneksi. Paradigma tersebut merupakan jawaban dari berbagai persoalan di atas. Integrasi dan interkoneksi antar berbagai disiplin ilmu, baik dari keilmuan sekuler maupun keilmuan agama, akan menjadikan keduanya saling terkait satu sama lain, “bertegur sapa”, saling mengisi kekurangan dan kelebihan satu sama lain.
Dengan demikian maka ilmu agama (ilmu keislaman) tidak lagi hanya berkutat pada teks-teks klasik tetapi juga menyentuh pada ilmu-ilmu social kontemporer. Dengan paradigma ini, maka tiga wilayah pokok dalam ilmu pengetahuan, yakni natural sciences, social sciences dan humanities tidak lagi berdiri sendiri tetapi akan saling terkait satu dengan lainnya. Ketiganya juga akan menjadi semakin cair meski tidak akan menyatukan ketiganya, tetapi paling tidak akan ada lagi superioritas dan inferioritas dalam keilmuan, tidak ada lagi klaim kebenaran ilmu pengetahuan sehingga dengan paradigma ini para ilmuwan yang menekuni keilmuan ini juga akan mempunyai sikap dan cara berfikir yang berbeda dari sebelumnya.
Interaksi antara ketiga wilayah pokok dalam ilmu pengetahuan tersebut akan memperkuat satu sama lain, sehingga bangunan keilmuan masing-masing akan semakin kokoh. Upaya mempertemukan ketiga wilayah pokok dalam ilmu pengetahuan tersebut diperkuat dengan disiplin ilmu filsafat. Filsafat (ontologi, epistemologi, dan aksiologi) digunakan untuk mempertemukan ketiga wilayah pokok dalam ilmu pengetahuan tersebut

Pendekatan“Sains dan Teknologi Berbasis Wahyu”
1.       Tokoh
a.       Agus Purwanto, D.Sc. (Dosen ITS)
  1. Gagasan
a.       Pengembangan Sains dan Teknologi yang ada dalam Al-qur’an dan Al-sunnah (ontologi, epistemologi, dan aksiologi)


Referensi
·         Skripsi SAINS DALAM ISLAM (Studi atas pemikiran Mehdi Golshani), Oleh Mahmud Nasir mahasiswa jurusan Aqidah dan Filsafat fakultas ushuludin UIN Sunan kalijaga, dalam penelitiannya tahun 2006
·         Skripsi Reintegrasi Epistemologi Keilmuan Islam Dan Sekuler, oleh Mashudi  mahasiswa jurusan Akidah dan Filsafat fakultas Ushuludin UIN Sunan Kalijaga
·         Skripsi  Pandangan Ziauddin Sardar tentang sains islam , oleh Ismail mahasiswa jurusan aqidah dan filsafat fakultas ushuluddin UIN Sunan Kalijaga